Rabu, 08 Juli 2009

KPU

Tugas dan Kewenangan

1. merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum;
2. menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik yang berhak sebagai peserta Pemilihan Umum;
3. membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai dari tingkat pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut TPS;
4. menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk setiap daerah pemilihan;
5. menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di semua daerah pemilihan untuk DPR, DPRD I dan DPRD II;
6. mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil Pemilihan Umum;
7. memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum. 

Dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 terdapat tambahan huruf:

1. tugas dan kewenangan lainnya yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum. 

Sedangkan dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tersebut juga ditambahkan, bahwa selain tugas dan kewenangan KPU sebagai dimaksud dalam Pasal 10, selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah Pemilihan Umum dilaksanakan, KPU mengevaluasi sistem Pemilihan Umum.


Visi dan Misi

MISI

1. Membangun lembaga penyelenggara Pemilihan Umum yang memiliki kompetensi, kredibilitas dan kapabilitas dalam menyelenggarakan pemilihan umum;
2.Menyelenggarakan Pemilihan Umum untuk memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, akuntabel, edukatif dan beradab;
3. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilihan umum yang bersih, efisien dan efektif.
4. Melayani dan memperlakukan setiap peserta Pemilihan Umum secara adil dan setara, serta menegakkan peraturan Pemilihan Umum secara konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5.  Meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang demokratis.


Profil Komisi Pemilihan Umum

Untuk menghadapi pelaksanaan Pemilihan Umum 2009, image KPU harus diubah sehingga KPU dapat berfungsi secara efektif dan mampu memfasilitasi pelaksanaan Pemilu yang jujur dan adil. Terlaksananya Pemilu yang jujur dan adil tersebut merupakan faktor penting bagi terpilihnya wakil rakyat yang lebih berkualitas, dan mampu menyuarakan aspirasi rakyat. Sebagai anggota KPU, integritas moral sebagai pelaksana pemilu sangat penting, selain menjadi motor penggerak KPU juga membuat KPU lebih kredibel di mata masyarakat karena didukung oleh personal yang jujur dan adil.

Tepat 3 (tiga) tahun setelah berakhirnya penyelenggaraan Pemilu 2004, muncul pemikiran di kalangan pemerintah dan DPR untuk meningkatkan kualitas pemilihan umum, salah satunya kualitas penyelenggara Pemilu. Sebagai penyelenggara pemilu, KPU dituntut independen dan non-partisan.

Untuk itu atas usul insiatif DPR-RI menyusun dan bersama pemerintah mensyahkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu. Sebelumnya keberadaan penyelenggara Pemilu terdapat dalam Pasal 22-E Undang-undang Dasar Tahun 1945 dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu diatur mengenai penyelenggara Pemilihan Umum yang dilaksanakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara Pemilihan Umum mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai lembaga yang menjalankan tugas secara berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat mandiri menegaskan KPU dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum bebas dari pengaruh pihak mana pun.

Perubahan penting dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, meliputi pengaturan mengenai lembaga penyelenggara Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden; serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang sebelumnya diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan kemudian disempurnakan dalam 1 (satu) undang-undang secara lebih komprehensif.

Dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu diatur mengenai KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum yang permanen dan Bawaslu sebagai lembaga pengawas Pemilu. KPU dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta dalam hal penyelenggaraan seluruh tahapan pemilihan umum dan tugas lainnya. KPU memberikan laporan Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu juga mengatur kedudukan panitia pemilihan yang meliputi PPK, PPS, KPPS dan PPLN serta KPPSLN yang merupakan penyelenggara Pemilihan Umum yang bersifat ad hoc. Panitia tersebut mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan semua tahapan penyelenggaraan Pemilihan Umum dalam rangka mengawal terwujudnya Pemilihan Umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Dalam rangka mewujudkan KPU dan Bawaslu yang memiliki integritas dan kredibilitas sebagai Penyelenggara Pemilu, disusun dan ditetapkan Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Agar Kode Etik Penyelenggara Pemilu dapat diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum, dibentuk Dewan Kehormatan KPU, KPU Provinsi, dan Bawaslu.

Di dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD, jumlah anggota KPU adalah 11 orang. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, jumlah anggota KPU berkurang menjadi 7 orang. Pengurangan jumlah anggota KPU dari 11 orang menjadi 7 orang tidak mengubah secara mendasar pembagian tugas, fungsi, wewenang dan kewajiban KPU dalam merencanakan dan melaksanakan tahap-tahap, jadwal dan mekanisme Pemilu DPR, DPD, DPRD, Pemilu Presiden/Wakil Presiden dan Pemilu Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah.

Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, komposisi keanggotaan KPU harus memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen). Masa keanggotaan KPU 5 (lima) tahun terhitung sejak pengucapan sumpah/janji.

Penyelenggara Pemilu berpedoman kepada asas : mandiri; jujur; adil; kepastian hukum; tertib penyelenggara Pemilu; kepentingan umum; keterbukaan; proporsionalitas; profesionalitas; akuntabilitas; efisiensi dan efektivitas.

Cara pemilihan calon anggota KPU-menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu-adalah Presiden membentuk Panitia Tim Seleksi calon anggota KPU tanggal 25 Mei 2007 yang terdiri dari lima orang yang membantu Presiden menetapkan calon anggota KPU yang kemudian diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengikuti fit and proper test. Sesuai dengan bunyi Pasal 13 ayat (3) Undang-undang N0 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, Tim Seleksi Calon Anggota KPU pada tanggal 9 Juli 2007 telah menerima 545 orang pendaftar yang berminat menjadi calon anggota KPU. Dari 545 orang pendaftar, 270 orang lolos seleksi administratif untuk mengikuti tes tertulis. Dari 270 orang calon yang lolos tes administratif, 45 orang bakal calon anggota KPU lolos tes tertulis dan rekam jejak yang diumumkan tanggal 31 Juli 2007.
SUSUNAN PANITIA TIM SELEKSI CALON ANGGOTA KPU
Ketua : Prof. Dr. H.M.Ridwan Nazir, MA
Anggota : Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono MA
Prof. Dr. H. Jalaluddin
Dr. Purnaman Natakusumah, MA.
Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA

Anggota masyarakat kemudian memberikan masukan dan tanggapan terhadap 45 orang bakal calon anggota KPU. Masukan dan tanggapan diberikan secara tertulis disertai dengan identitas yang jelas kepada Tim Seleksi Calon Anggota KPU. Ke 45 orang tersebut mengikuti seleksi tahap berikutnya dari tanggal 21 s/d 30 Agustus 2007

Panitia Tim Seleksi Calon Anggota KPU memilih 21 (dua puluh satu) nama bakal calon anggota KPU dan menyampaikannya kepada Presiden RI, selanjutnya Presiden menyampaikan 21 nama bakal calon anggota KPU kepada DPR-RI untuk mengikuti fit and proper test. Dewan Perwakilan Rakyat melakukan fit and proper test.dari tanggal 1 s/d tanggal 3 Oktober 2007. Akhirnya Komisi II DPR-RI memilih dan menyusun urutan peringkat 21 (dua puluh satu) nama calon anggota KPU.

Dewan Perwakilan Rakyat melalui voting memilih 7 (tujuh) peringkat teratas dalam urutan peringkat satu sampai urutan ke 7 (tujuh) sebagai anggota KPU terpilih yaitu :

1. Prof. Dr. H. Abdul Hafiz Anshary Az, MA (43 suara) mantan Ketua KPU Provinsi Kalimantan Selatan;
2. Sri Nuryanti, Sip. MA (42 suara), peneliti LIPI;
3. Dra. Endang Sulastri, M.Si (39 suara), aktivis perempuan;
4. I Gusti Putu Artha, Sp, M.Si (37 suara), Anggota KPU Provinsi Bali;
5. Prof. Dr. Ir. Syamsul Bahri, M.S (36 suara), Dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang;
6. Dra. Andi Nurpati, M.Pd (29 suara), Guru MAN I Model Bandar Lampung;
7. Drs. H. Abdul Aziz, MA (27 suara), Direktur Ditmapenda, Bagais, Departemen Agama;

Nama ke 7 (tujuh) peringkat teratas anggota KPU terpilih, disahkan dalam Rapat Paripurna DPR-RI pada tanggal 9 Oktober 2007. Namun hanya 6 (enam) orang yang dilantik dan diangkat sumpahnya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 23 Oktober 2007. Sedangkan Prof. Dr. Ir. Syamsul Bahri M.S. urung dilantik karena terlibat persoalan hukum.

Ada 7 (tujuh) tugas berat Pemilu 2009 menanti anggota KPU yaitu :

1. Merencanakan program, anggaran serta menetapkan jadwal Pemilu;
2. Penyesuaian struktur organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal KPU paling lambat 3 bulan sejak pelantikan anggota KPU;
3. Mempersiapkan pembentukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) paling lambat 5 (lima) bulan setelah pelantikan anggota KPU;
4. Bersama-sama Bawaslu menyiapkan kode etik, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Bawaslu terbentuk;
5. Memverifikasi secara administratif dan faktual serta menetapkan peserta Pemilu;
6. Memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan dan menetapkannya sebagai daftar pemilih tetap;
7. Menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan barang dan jasa Pemilu.

PEMILU,GOLPUT,dan KAMPANYE

PEMILU

Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia
 pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPRDPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden(pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Di tengah masyarakat, istilah “pemilu” lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali.
Pemilihan Umum (Pemilihan) adalah proses di mana pemilih memilih orang untuk mengisi posisi-posisi politik tertentu. Posisi-posisi di sini beragam, mulai dari Presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, untuk kepala desa. Dalam konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi posisi sebagai kepala kantor-OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan digunakan.Sistem dasar pemilihan adalah luber dan jurdil

Dalam pemilu, pemilih dengan jumlah pemilih dalam Pilkada juga dipanggil, dan mereka kepada para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program selama kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, pada hari pemungutan suara.

Setelah jajak pendapat selesai, proses tersebut dimulai. Pemilihan pemenang ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan kepada pemilih.


GOLPUT Pada Pemilu 2009 ?

Menghadapi Pemilu 2009 nanti, baru-baru ini pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan nomor urut peserta partai politik yang akan ikut andil dalam pesta akbar lima tahunan itu. Daftar peserta pemilu dan nomor urut dapat dilihat di situs KPU , atau disini.

Tercatat 34 partai politik (nasional) dan 6 partai politik daerah/lokal (
Aceh) akan bersaing guna memperebutkan kursi kekuasaan. Mulai dapat kita lihat, mereka sudah menyiapkan berbagai “amunisi” untuk menarik hati masyarakat.

Berbagai bidang yang menyangkut kesejahteraan rakyat (petani,buruh,dsb), pendidikan, korupsi, pembangunan, peningkatan SDM dan bidang lainnya sudah masuk dalam agenda politik mereka menyongsong pemilu 2009.

Namun yang menarik bila anda cermati dari 2 pemilu terakhir yang telah di laksanakan, muncul satu golongan baru yaitu 
GOLPUT. Istilah GOLPUT bermula dari tindakan para pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu, sehingga pada kertas pilih tidak terdapat coblosan / pilihan para pemilih alias kertas pilihnya putih bersih.

Seberapa besar pengaruh GOLPUT dalam pemilu ?

Walaupun persentase jumlahnya kecil pada 2 dekade pemilu belakangan, namun tetap sangat mempengaruhi hasil akhir pemilu karena selisih satu suara pun, suatu parpol akan dinyatakan KALAH.

Persentase GOLPUT pun tidak dapat diprediksikan, karena hanya dapat di ketahui pada saat penghitungan surat suara. Hal itu kembali pada pemilih yang notabene adalah tiap pribadi masyarakat Indonesia yang telah memiliki hak pilih.

Dari serangkaian berita tentang pemilu 2009, Didi menemukan sebuah “flash” berita yang menarik di salah satu siaran televisi nasional. Judul berita itu adalah 
“Kepolisian Daerah Jawa Timur Siap Menindak Gerakan GOLPUT !”

Bila yang di maksud itu menindak seseorang atau kelompok yang memprakarsai tindakan GOLPUT, tentu dasarnya harus jelas dan kuat secara konstitusi serta JUKLAK dan JUKNIS nya juga. Karena sekali lagi, tindakan GOLPUT diketahui pada saat penghitungan suara (hasil akhir).

Jangankan seseorang, siapapun pun tidak tahu apa yang kita (seseorang) pilih dalam kamar / ruang pilih pada pelaksanaan pemilu. So dari mana kita tahu, bila orang tersebut bersikap GOLPUT ? Sedangkan hal itu merupakan hak pribadi dalam menentukan pilihan.

Apa pada kertas pilih nanti, akan ditulis nama ataupun nomor pemilih ? Tentunya hal itu termasuk melanggar asas pemilu itu sendiri 
“Langsung, Umum , Bebas dan Rahasia”.

Di Indonesia pada umumnya 
GOLPUT di samakan dengan massa mengambang (floating massa) padahal sejatinya konsep asli floating massa (massa mengambang) berasal dari budaya politik barat.

Bila kita mengacu pada budaya Amerika, di sana massa mengambang itu diartikan sebagai orang-orang yang 
mengerti dengan situasi politik, informasi dan pengetahuan yang baik tentang calon kontestan pemilu.

Mengapa demikian ? Karena tradisi demokrasi politik mereka telah berlangsung ratusan tahun. Mengambang bagi mereka adalah opsi untuk tidak atau belum menentukan pilihan.

Namun keadaan Indonesia tidaklah sama, GOLPUT di kelompokan dalam massa mengambang yang menunjuk pada seluruh rakyat (
sembarang orang). Semua orang yang belum / tidak menentukan pilihan disebut sebagai massa mengambang.

Padahal kenyataannya, kebanyakan dari mereka malah tidak tahu menahu tentang calon dan lebih tragis lagi tidak tahu apa yang terjadi. Beda antara cuek dengan tidak tahu. Disini ditekankan untuk masyarakat di desa dan kampung-kampung yang kebanyakan tidak mengerti apa itu politik ? apa itu pemilu ? siapa sang calon ? dan sebagainya.

Arus informasi yang minim dan tingkat pemahaman yang masih rendah sangat riskan terhadap
“Serangan Fajar” dalam pemilu 2009 nanti. Didi setuju pada pendapat Dr.Bustami Rahman pada artikelnya berjudul massa mengambang yang dimuat harian Bangka Pos edisi 10 Juli 2008, halaman12.

Sosiolog sekaligus Rektor 
Universitas Bangka Belitung (UBB), mengatakan bahwa sekelompok orang itu tidak termasuk dalam massa mengambang. Beliau lebih suka menggunakan istilah absent minded massa.Yang diartikan olehnya sebagai kelompok yang not attentire, tidak mengetahui atau blankterhadap apa yang terjadi. Walaupun mereka sendiri berada dalam berbagai rangkaian kegiatan pemilu.

Kelompok itu lebih cenderung ikut-ikutan dalam berbagai kegiatan tersebut. Bahkan wajar sekali bila mereka tidak berhitung untung rugi dalam kalkulasi politik. Rentan terhadap serangan fajar terhadap orang / kelompok yang menawarkan uang ataupun barang. Tentulah keadaan mereka seperti orang yang lagi tipsy, setengah sadar dan tidak sulit mempengaruhi mereka untuk diarahkan kemana saja.

Kembali pada inti GOLPUT dan massa mengambang dalam dunia perpolitikan Indonesia, bagaimana jika orang-orang memilih para pemimpin yang tidak tepat sebagai pemimpin bangsa ini ? Mengacu pada keadaan saat mencoblos yang “mengambang”, jangan heran nantinya keadaan bangsa ini juga ikut “mengambang”. Karena yang dipilih, bisa siapa saja (kontestan pemilu).

Duh, dengan tingkat pemahaman dan pengetahuan politik masyarakat indonesia yang masih rendah ditambah terpuruknya keadaan ekonomi, tingginya angka penggangguran, tidak stabilnya situasi keamanan dan ketertiban, meningkatnya ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan sebagainya akankah membuat persentase angka GOLPUT pada pemilu 2009 akan naik grafiknya ?

KAMPANYE

Kampanye adalah sebuah tindakan politik bertujuan mendapatkan pencapaian dukungan, usaha kampanye bisa dilakukan oleh peorangan atau sekelompok orang yang terorganisir untuk melakukan pencapaian suatu proses pengambilan keputusan di dalam suatu kelompok, kampanye biasa juga dilakukan guna mempengaruhi, penghambatan, pembelokan pecapaian. Dalam sistim politik demokrasi, kampanye politis berdaya mengacu pada kampanye elektoral pencapaian dukungan, di mana wakil terpilih atau referenda diputuskan. Kampanye politis tindakan politik berupaya meliputi usaha terorganisir untuk mengubah kebijakan di dalam suatu institusi.

Bentuk dan jenis

Kampanye umumnya dilakukan dengan slogan, pembicaraan, barang cetakan, penyiaran barang rekaman berbentuk gambar atau suara, simbol-2 [1], pada sistim politik totaliterotoliterkampanye sering dan biasa dilakukan kedalam bentuk tindakan terorintimidasipropaganda atau dahwah[2].

Kampanye dapat juga dilakukan melalui internet.

[sunting]Tujuan

Kampanye pada awalnya dijalankan untuk sebuah rekayasa Pencitraan kemudian berkembang menjadi upaya persamaan pengenalan sebuah gagasan atau isu kepada suatu kelompok tertentu yang diharapkan mendapatkan feedback / timbal balik / tanggapan.

[sunting]Sarana

Bentuk kampanye secara konversional yang hanya lebih mengarah pada Indoktrinasi atau Pencitraan ini dikatakan sebagai sebuah perbuatan yang dungu oleh Jimmy (Jimbo) Wales pada tanggal 4 July 2006[3]